Jumat, 19 Desember 2014

Desain Kemasan Karung yang Optimal Untuk Pengemis Bahan Curah



LUSI ZAFRIANA
ABSTRAK
Banyak material dalam jumlah besar seperti semen, garam, dan berbagai produk konsumsi primer menggunakan pengemasan tas plastik dari polypropylene. Karena ukuran pengemasan sangat bergantung pada kerapian jenis material, maka diperlukan optimalisasi desain dari ukuran ukuran tas plastik berdasarkan jenis material (kerapatan jumlah besar) dan bobot kerapian produk. Aplikasi algoritma matematik sederhana, di mana ukuran volume karung akan dirubah menjadi bobot jumlah material, maka optimisasi dari panjang dan lebar karung akan sesuai dengan berat jenis material yang diisikan ke dalam pengemasan dapat ditentukan. Menggunakan metode trial error, nilai l (lebar) dan p (panjang) tas plastik, maka dapat diperkirakan tas plastic dapat menampung material seberat m kilogram.
Kata Kunci: ukuran optimal, bobot isi, bobot curah

Bahan-bahan curah di sekitar kita, seperti beras, garam hingga bahan-bahan seperti semen, dan lain-lain biasa dikemas dalam wadah karung plastik. Karung plastik ini biasanya dibuat dari bahan disesuaikan dengan jenis bahan yang akan diisikan. Dengan rumusan yang diperoleh maka penetapan ukuran karung untuk kemasan bahan curah tertentu, di mana selama ini belum diketahui ukuran karungnya, bisa dilakukan secara mudah dan cepat. Ukuran karung woven yang sesuai akan sangat tergantung pada jenis bahan curah yang akan diisikan ke dalamnya. Pada penelitian ini akan diungkap suatu cara untuk menghitung dimensi karung yang optimal.
Dalam mendesain kemasan karung yangoptimal, maka dibutuhkan rumus perhitungan dimensi karung. Yang menyebabkan penentuan dimensi karung menjadi sulit ialah karena karung hanya punya dua ukuran, yaitu lebar dan panjang saja. Tidak ada parameter tebal karung, sehingga volume karung tidak bisa dihitung dengan rumus volume biasa yaitu <!--[if !msEquation]--> <!--[if !vml]--><!--[endif]--><!--[endif]-->.
Dengan rumus yang diperoleh, dicoba-coba nilai l dan p sedemikian sehingga karung akan mampu memuat bahan seberat m kg. Sebagai contoh, bila diinginkan mendisain karung untuk mengemas beras kering 20 kg dengan Bd ≈ 0,8 kg/liter, maka menggunakan Algoritma pada Gambar 4, diperoleh hasil perhitungan seperti terlihat pada Gambar 5, di mana karung dengan lebar 43 cm dan panjang 75 cm cukup untuk mengemas beras 20 kg.
Dimensi karung (lebar dan panjang) yang sesuai sebagai pengemas suatu bahan dengan berat tertentu bisa ditentukan dengan perhitungan matematis dengan menghitung nilai volume bahan (p × l) yang akan dikemas dan disesuaikan dengan bulk density dari bahan yang dikemas untuk menentukan berat optimal yang bisa dimuat karung tersebut. Dengan perhitungan volume (p × l) yang dikonversikan pada ukuran berat maksimal yang bisa ditampung karung, maka desain kemasan karung yang dibuat akan mampu mengakomodasi volume maksimal tanpa merusak karung akibat beban berlebih.

DAFTAR PUSTAKA
Stewart, J. 2000. Kalkulus Universitas, Balai Pustaka, Jakarta.
Taha, H.A. 1996. Operations Research: An Introduction, sixth Edition, Prentice Hall, New York.
Tri Polyta Indonesia, Tbk. 2008. Buku Saku Plastik, Klaten.
Vosniakos CC, Davies BJ. 1989. On the path layout and operation of an AGV system serving an FMS. The International Journal of Advanced Manufacturing Technology; 4: 24–362.

Y. Pochet and L.A. Wolsey. 1993. Lot sizing with constant batches: Formulation and valid inequalities, Mathematics of Operations Research 18, 767–785.

Limbah Cair Industri Kakao Sebagai bahan Pembuat Nata



YUNIANTA
Abstrak
Penelitian ini ditujukan untuk memanfaatkan limbah cair dari industri kakao sebagai bahan pembuatan nata. Penelitian dibagi dalam dua tahap yaitu tahap penjernihan limbah cair industri kakao dengan arang aktif pada tingkat pengenceran berbeda serta studi tentang pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula) dan konsentrasi sumber nitrogen yang ditambahkan terhadap pembentukan pelikel nata. Konsentrasi arang aktif dan perlakuan pengenceran berpengaruh terhadap parameter yang terkait dengan kejernihan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Penelitian di tahap kedua dengan perlakuan pengaruh konsentrasi sumber karbon (gula sukrosa) dan sumber nitrogen menunjukan perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk nata meliputi rendemen: 83,87%; kadar air: 95,23%; serat kasar: 4,22%; kecerahan (L*): 42,87; tekstur: 0,01 mm/g.dt dan ketebalan: 2,42 cm.
kata kunci: limbah kakao, arang aktif, nata
Proses fermentasi pulp adalah merupakan proses yang utama dalam industri pengolahan biji kakao dan menentukan kualitas produk akhir. Tujuan dari fermentasi buah kakao adalah menghilangkan pulp, mematikan biji, membentuk warna dan calon flavor yang diinginkan serta memperbaiki rasa biji kakao. Penjernihan cairan pulp limbah industri kakao dengan arang aktif, selain akan mampu menghilangkan zat warna juga dapat menyerapsenyawa-senyawa nitrogen. Adapun pengenceran akan berakibat berkurangnya konsentrasi senyawa warna, gula dan senyawa nutrisi sumber nitrogen yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara penjernihan (perlakuan konsentrasi arang aktif dan faktor pengenceran) serta pengaruh konsentrasi gula dan sumber nitrogen terhadap kualitas nata yang dihasilkan.
Penelitian tahap I dilakukan dengan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan dua (2) faktor yang masing-masing faktor terdiri dari tiga (3) tingkat. Faktor 1 adalah konsentrasi arang aktif yang terdiri dari 3 tingkat konsentrasi yaitu 1%, 3% dan 5%. Faktor 2 adalah pengenceran yang terdiri dari pengenceran cairan pulp: air 3:1, 1:1 dan 1:3. Penelitian tahap II dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 2 faktor yang masing-masing faktor terdiri dari 3 tingkat: Faktor 1: konsentrasi sukrosa 2,0%, 4,0%, 6,0%, sedangkan Faktor 2 adalah konsentrasi amoniumsulfat 0,2%, 0,3%, 0,4%. Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali.
Pada penelitian tahap I dipelajari pengaruh tingkat pengenceran (3:1, 1:1, 1:3) dan konsentrasi arang aktif (1%, 3% dan 5%) terhadap sifat fisiko-kimia limbah cair kakao terjernihkan. Parameter yang diamati adalah kekeruhan, total padatan terlarut, kadar tannin, kecerahan, pH dan kadar gula total. Secara lengkap data penjernihan limbah cair kakao dapat dilihat di Tabel 2. Hasil analisis terhadap limbah cair kakao sebelum perlakuan adalah sebagai berikut: kekeruhan (ppm SiO2) 54,746, total padatan terlarut 22% Brix, kadar tannin sebesar 0,832%, kecerahan (L*)24,2; pH 3,5 dan kadar gula total 20,275%.
Dalam penelitian tahap kedua, limbah cair coklat hasil penjernihan di tahap pertama yang mempunyai kadar gula reduksi 11,476% digunakan sebagai bahan baku dalam proses fermentasi dengan menggunakan A xylinum untuk mendapatkan produk nata. Pada penelitian tahap kedua ini, dipelajari pengaruh perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% dan perlakuan konsentrasi (NH4)2SO4 0,2%; 0,3% dan 0,4% terhadap beberapa parameter yang meliputi: kadar gula reduksi sisa medium fermentasi, ketebalan nata, kadar serat kasar nata dan rendemen nata.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi sukrosa berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) terhadap gula reduksi sisa medium fermentasi berturut-turut sebesar 1,09%a; 1,34a%a; 2,16%b dan pengaruh nyata (α = 0,05) terhadap pH sisa fermentasi berturut-turut sebesar 3,15b, 3,0a dan 3,09ab.. Aktifitas A. xylinum selama proses fermentasi telah menghasilkan metabolit primer dalam bentuk selulosa maupun sekunder dalam bentuk asam asam organik dilakukan dengan menggunakan gula sebagai sumber karbon. Konsentrasi (NH4)2SO4 dan interaksi kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap gula reduksi dan pH sisa medium fermentasi.
Perlakuan konsentrasi sukrosa 2%, 4% dan 6% berpengaruh sangat nyata (α = 0,01) pada ketebalan nata yang dihasilkan berturut-turut 1,71cma, 2,23cmb dan 1,92cmab. Data ketebalan nata tertinggi diperoleh pada konsentrasi sukrosa 4%. Dalam proses fermentasi tersebut, pertumbuhan bakteri A xylinum optimum memerlukan kadar gula reduksi kira-kira 19,48% dengan asumsi 4% sukrosa setara dengan 8% gula reduksi ditambah dengan kadar gula reduksi awal fermentasi 11,48%. Rendahnya ketebalan nata pada konsentrasi 6%, dimungkinkan karena kadar gula reduksi didalam medium sudah terlalu tinggi yaitu sekitar 23,48%. Berdasarkan hasil pengujian tiap parameter tersebut dengan menggunakan metode multiple atribute (Zeleny,1992), maka diperoleh informasi bahwa perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%. Perlakuan terbaik ini memiliki nilai karakteristik produk yang meliputi rendemen 83,87%, serat kasar 4,22%; kecerahan (L*) 42,87; tekstur 0,01 mm/g.dt dan ketebalan nata 2,42 cm.
Limbah industri kakao dalam bentuk cairan pulp dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan nata de cacao. Diperlukan pengenceran dan penjernihan dengan menggunakan arang aktif sebelum digunakan sebagai media fermentasi nata. Terdapat interaksi nyata (α = 0,05) antar perlakuan konsentrasi arang aktif dan pengenceran pada tingkat kekeruhan dan warna kuning (b*) cairan limbah. Perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan konsentrasi arang aktif 5% dengan pengenceran medium 1:3. Perlakuan konsentrasi sukrosa dan (NH4)2SO4 memengaruhi secara nyata terhadap ketebalan, rendemen, kadar serat, kadar air dan tekstur nata, namun interaksi dari kedua perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap parameter-parameter tersebut. Perlakuan terbaik diperoleh dari kombinasi perlakuan konsentrasi sukrosa 4% dan konsentrasi (NH4)2SO4 0,4%.
DAFTAR PUSTAKA
Agyeman, K.O.G and Oldham, J.H., 1986. Utilization of Cacao By-product as an Alternatif Source of Energy Biomass. 10: 311–318.
Belitz, H.D. and Grosch, W., 1987. Food Chemistry. Springer Verlag. Berlin Hendelberg.
Effendi, S., 1995. Utilization of Cacao Sweatings for Nata Production Using Acetobacter Xylinum. Menara Perkebunan. 63(1): 23–26.
Lapuz, M.N., Bullardo, F.G. and Palo, M.A., 1967. The Nata Organism Cultural Requirment Characteristic and Identify. The Philipine Journal of Science. Vol. 9 (2).
Weber, J.T., 1977. Physicochemical Process for Water Quality Control. John Willey and Sons. New York.
Winarno, F.G., 1997. Kimia Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Analisis Matematis dan Ekonomis Pengunaan Metanol dan Etanol pada Kompor HD




DWI PRIYO UTOMO
Abstrak
Kebutuhan energi yang tinggi mengakibatkan harga bahan bakar semakin meningkat. Hal ini berdampak pada sekt or ktor dunia usaha, karena biaya produksi semakin meningkat tanpa diimbangi peningkatan daya beli pasar. Salah satu upaya yang bisa dilakukan adalah penggunaan bahan bakar alternatif yang ekonomis, seperti:bioetanol, alkohol, metanol, dan etanol. Unytuk menguji efisiensi bahan bakar itu dibutuhkan kompor yang sesuai. Pada penelitian ini digunakan alat pemanas yang bernama kompor "HD". Metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat efisiensi penggunaan bahan bakar metanol dan etanol adalah metode air mendidih. Pengukuran dilakukan terhadap parameter: volume air dalam panci, suhu air sebelum dipanaskan, berat penggunan bahan bakar, berat jenis bahan bakar, perbedaan temperature, total energi diserap, jumlah energi diserap, energi minimum yang diperlukan, dan jumlah air yang dididihkan. Berdasarkan hasil analisis matematis, disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar etanol memiliki kecepatan pendidihan lebih tinggi dibandingkan metanol. Penggunaan bahan bakar metanol kadar 85% pada kompor HD lebih ekonomis karena terjadi penghematan Rp 544.984,00 untuk peternakan ayam potong per 1000 ekor dalam satu periode usaha 40 hari.
kata kunci: kompor HD, metanol, etanol, analisis matematis-ekonomis

Penggunaan bahan bakar yang efisien sangat diperlukan agar biaya yang dikeluarkan oleh masyarakat pengguna bahan bakar bisa seminimal mungkin. Para pelaku usaha yang menggunakan alat pemanas sangat berkepentingan dengan bahan bakar yang efisien ini. Dengan adanya peraturan baru pembatasan subsidi untuk elpiji, maka perlu dipikirkan alternatif penggunakan bahan bakar lain yang lebih efisien dan ekonomis. Sehingga penggunaan bahan bakar selain minyak tanah dan elpiji perlu dipertimbangkan lagi. Pada penelitian ini, lebih dikhususkan pada penggunaan bahan bakar cair yaitu etanol dan metanol. Etanol adalah alkohol gandum, atau formula tanaman massa yang berasal dari gula alami yang ditemukan dalam massa bio, atau tumbuh-tumbuhan seperti jagung, gandum, barley, kentang dan tebu.
Kompor HD ini dirancang dengan sistem pembakaran gas bahan bakar hasil pemanasan bahan bakarnya. Tabung bahan bakar terpisah dengan kompor kemudian dihubungkan dengan menggunakan selang. Tabung bahan bakar tersebut dari tabung plastik transparan dengan skala pengukuran. Dengan cara ini akan lebih mudah untuk dilakukan pengukuran penggunaan bahan bakarnya. Penelitian dilakukan untuk mengetahui efisiensi bahan bakar metanol dan etanol dengan beberapa kadar metanol dan etanol dengan cara mencampurnya dengan air. Metode yang digunakan adalah metode air mendidih.
Dari hasil penelitian menggunakan metanol, api keluaran dari burner stabil berwarna biru untuk metanol kadar 100% dan 93%, sedangkan untuk metanol kadar 85% api tetap stabil tetapi berwarna sedikit kemerahan. Sedangkan untuk metanol kadar 80% api berwarna kemerahan tetapi api menyala kurang stabil sehingga pada saat digunakan untuk memasak air suhu air bertahan pada suhu 91° C mulai menit ke-17 dan stabil tanpa ada kenaikan hingga ditunggu sampai 5 menit tidak ada kenaikan suhu bahkan kadang turun, sehingga penelitian untuk penggunaan bahan bakar metanol kadar 80% dihentikan.
Dari data diketahui bahwa dengan menggunakan metanol 85%, nyala api selama 1.077 detik menghabiskan 50 ml. bahan bakar. Artinya dengan penggunaan 1 liter metanol 85% kompor bisa digunakan menyalakan api dengan stabil selama 21.980 detik atau 6 jam 6 menit. Berarti biaya pemanasan per kompor per jamnya adalah Rp 868,-. Hal ini berarti jika selama ini penggunaan kompor elpiji di lingkungan usaha peternakan ayam potong menghabiskan satu tabung elpiji subsidi kemasan 3 kg selama 8 jam penyalaan untuk satu kompor. Dengan asumsi harga elpiji subsidi 3 kg adalah Rp. 13.000,- maka biaya pemanasan per kompor per jamnya adalah Rp. 1.625,- Dengan demikian penghematan yang bisa diperoleh jika menggunakan bahan bakar metanol 85% adalah Rp. 757,- per kompor per jamnya.
Bahan bakar etanol bisa digunakan pada kompor HD hingga kadar etanol 85% degan nyala api stabil berwarna biru sedikit kemerahan. Demikian juga, pada metanol kadar 85%. Nyala apinya stabil berwarna biru sedikit kemerahan. Dari hasil analisis matematis dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan bakar etanol memiliki kecepatan pendidihan paling tinggi karena etanol memiliki nilai kalor yang paling tinggi. Walaupun waktu pendidihan metanol relatif lebih lama dibandingkan etanol, namun penggunaan bahan bakar metanol masih lebih ekonomis. Secara ekonomis, pemanas kandang ayam (pada usaha peternakan ayam potong) direkomendasikan untuk menggunakan bahan bakar metanol kadar 85% karena dari hasil penelitian menunjukkan penghematan yang sangat signfikan, yaitu Rp 544.984,- untuk peternakan ayam potong per 1000 ekor dalam satu periode usaha 40 hari.
DAFTAR PUSTAKA
Anozie, A.N and Bakare, A.R., 2004. "Evaluation of Cooking Energy Cost, Efficiency, Impact on Air Pollution and Policy in Nigeria."
Hariyanto, W.W. dkk., 2007. "Ethanol Electro-Oxidation on ptceo2/C Catalist in Direct Ethanol Fuel Cell "Journal of Chemical and Natural Resources Engineering, 2: 47–61 FKKKSA, Universiti Teknologi Malaysia.
Laksmi, A., dkk., 2010. Perancangan Ulang Kompor Bioetanol dengan Menggunakan Pendekatan Metode Quality Function Deployment (Qfd) dan Teoriya Resheniya Izobretatelskikh Zadatch (Triz). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-12645-Paper.pdf
Pusat Informasi Energi, 2003. Statistik Ekonomi Energi Indonesia 2002. Jakarta: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Rajvansi, Anil K, dkk., 2007. Low-concentration ethanol stove for rural areas in India. Nimbkar Agricultural Research Institute (NARI).
Robinson, J., 2006. Bio-Ethanol as a Household Cooking Fuel: A Mini Pilot Study of the SuperBlu Stove in Peri-Urban Malawi. Loughborough University.